my ads

my ads

my ads

Selasa, 09 Oktober 2012

KARAKTER BUILDING

KARAKTER BUILDING

Belakangan ini, isu character building (pembangunan watak) kembali marak. Begitu pentingnya character building, hingga Presiden Soekarno sebagai the founding father’s berwasiat: “Tugas berat bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan adalah mengutamakan pelaksanaam nation and character building”. Bung Karno mewanti-wanti, jika pembangunan karakter tidak berhasil, bangsa Indonesia hanya akan menjadi bangsa kuli! Demikian kutipan buku Karakter Mengantar Bangsa dari Gelap Menuju Terang (2009).
Tidak ketinggalan Presiden SBY merasa perlu memberikan penegasan. “Character building sangat penting. Kita ingin membangun manusia Indonesia yang berakhlak, berbudi pekerti, dan berperilaku baik. Bangsa kita ingin pula memiliki peradaban yang unggul dan mulia,” tambahnya. Wasiat ini pula yang disampaikan kepada Pak Nuh saat didaulat memimpin kemen¬terian terbesar republik ini pada KIB jilid II.
Berbagai upaya sosialisasi dan pencerahan tentang character building terus dilakukan. Bahkan, Kementerian Pendidikan Nasional tengah menyiapkan kurikulum nasional. Yakni, kurikulum pendidikan budaya dan karakter bangsa. Rencana itu justru semakin menegaskan bahwa nation and character building benar-benar berada pada titik nadir, yang memprihatinkan. Setelah sekian lama Pancasila tak lagi diajarkan secara masif, bangsa ini seakan kehilangan pegangan. Bahkan, bangsa Indonesia kian kehilangan karakter dan jati diri.
Lalu, apa yang dimaksud dengan character building? Karakter adalah moral excellence atau akhlak yang dibangun atas berbagai kebajikan (virtues). Karakter baru memiliki makna jika dilandasi nilai-nilai kebudayaan. Jadi, karakter bangsa adalah karakter warga negara yang dinilai sebagai kebajikan. Karena itu, national and character building harus berorientasi pada upaya pengembangan nilai-nilai kebajikan sehingga menghasilkan output yang memiliki jati diri dan kepribadian.
Bagaimana membangun character building, John C. Maxwell (1991) dalam bukunya The 21 Indispensable Qualities of a Leader menyatakan: “Karakter yang baik lebih dari sekadar perkataan. Karakter yang baik adalah sebuah pilihan yang membawa kesuksesan. Ia bukan anugerah, tapi dibangun sedikit demi sedikit, dengan pikiran, perkataan, perbuatan nyata, melalui pembiasaan, keberanian, usaha keras, dan bahkan dibentuk dari kesulitan demi kesulitan saat menjalani kehidupan.”
M. Nuh dalam sambutan serah terima dengan Mendiknas sebelumnya juga menegaskan bahwa berbicara soal karakter dan budaya bangsa bukan sekadar hal-hal yang menyangkut kesantunan. Di dalamnya termasuk intellectual curiosity (rasa keingintahuan intelektual). Dari intelektual muncul kreativitas, dari kreativitas muncul inovasi. Kalau inovasi ditambahi sedikit marketing atau ilmu berjualan, jadilah entrepreneur. Karena itu, jadikanlah sekolah sebagai bagian membangun karakter.
Membangun kembali karakter bangsa ini akan efektif jika melalui jalur pendidikan. Namun, hal itu harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Mulai keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sebab, pendidikan karakter mencakup pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan kepengamalan nilai secara nyata. Dari gnosis sampai ke praksis. Singkatnya, pendidikan karakter adalah membimbing orang untuk secara sukarela mengikatkan diri pada nilai. Profesor Phenix mengistilahkan sebagai voluntary personal commitment to values.
Terdapat tiga hal penting yang mesti diperhatikan dalam pendidikan karakter. Yakni, pembiasaan, contoh atau teladan, dan pendidikan/pembelajaran secara terintegrasi. Pembiasaan memegang peran sangat penting dalam ke¬hidupan manusia. Ia mengambil porsi cukup besar dalam usaha manusia. Islam menggunakan kebiasaan sebagai salah satu sarana pendidikan, dikutip dari Ibrahim Hamd Al-Qu’ayyid (2005) dalam bukunya 10 Kebiasaan Manusia Sukses tanpa Batas.
Dari banyak referensi bisa disimpulkan bahwa pendidikan berkarakter bukan sulap, tak semudah membalik telapak tangan, perlu waktu, perlu pembiasaan, pengulangan, keteladanan, dan disiplin. Tidaklah cukup sebuah buku menuliskan, tak cukup pula sebuah seminar atau lokakarya mendiskusikan kompleksitas pelaksanaan pendidikan karakter tersebut.
Seminar Nasional Pendidikan Berbasis Karakter menuju Indonesia Cerdas sebagai puncak acara Festival Indonesia Cerdas mencoba memberikan secuil jawaban persoalan itu. Ini karena dibahas oleh para narasumber yang kompeten di bidangnya. Terasa semakin lengkap jika pendidikan berkarakter diselenggarakan tidak dengan cara konvensional, tetapi mengikuti pemanfaatan teknologi multimedia untuk mempermudah proses belajar mengajar. Satu sesi khusus dari Pusat Sumber Belajar Virtual (PSBV) akan melengkapi seminar akbar tersebut. (Sumber: Jawa Pos, 7 Juli 2010)

sumber : http://bumimars.wordpress.com/2011/05/17/karakter-building/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar